16.11.10

You Are My Love

You are My Love

Summary: 9 tahun setelah cerita P3. Semua orang memliki jalan hidup yang harus ditempuhnya masing-masing, begitu pula kau dan aku. The story about The Girl at The Shrine, Maiko, the Hangedman Arcana.
Discalimer: Kalau P3 punya Saku, Saku bakalan bikin Minato hidup lagi deh…

.
.
9 tahun berlalu setelah aku bertemu dengannya dan juga berpisah dengannya
Sejak saat itu hidupku berubah
2 tahun berlalu setelah kepulanganku ke sini
Dimanakah dirimu,
Minato-san?
.
.
.
Halo semuanya! Namaku Maiko. Umurku 16 tahun dan sekarang duduk di bangku SMA di Iwatodai, tepatnya Gekkoukan High School, kelas 1-D. Aku kembali ke Iwatodai 2 tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMP. Sebenarnya akulah yang memaksa mama agar segera kembali ke Iwatodai dan berbaikan dengan papa. Aku tahu kemungkinan mama dan papa berbaikan akan sangat kecil, tapi setidaknya aku harus kembali ke Iwatodai.
Mungkin kalian bertanya-tanya kenapa aku sangat ingin kembali ke Iwatodai, jawabannya adalah Kak Minato. Kak Minato adalah orang yang dulu sering bermain bersamaku. Meskipun sedikit pendiam, Kak Minato sangat baik padaku. Dia sering mentraktirku takoyaki, main bersamaku, menemaniku, dan bahkan membantuku saat aku berencana kabur dari papa dan mama dulu. Mungkin Kak Minato sekarang sudah lulus kuliah, karena dulu saat aku pertama bertemu dengannya dia sudah duduk di bangku SMA.
Tapi sejak hari pertama kepindahanku ke Iwatodai, Kak Minato tak kunjung kutemukan. Tapi aku tidak menyerah! Hampir setiap hari aku mencarinya, namun menemui hasil yang sama. Kemanakah dirimu, Kak Minato?


Aku sedang mecoret-coret buku catatan matematikaku saat bel berbunyi. Aku menghela nafas dan menutup buku matematikaku dengan malas. Setelah guru matematika keluar dari kelas, seorang gadis berambut hijau tua dan seorang gadis berambut biru muda bernama Michi dan Runa langsung menghampiri mejaku.
“Hei, katanya kita dapat guru sejarah baru loh!” Runa berkata dengan semangat
“Iya! Kata anak-anak 1-A sih cakep banget!” Michi menimpali, “Udah gitu masih muda lagi!”
“Kau sudah pernah melihatnya?” tanya Runa padaku
“Boro-boro. Aku baru tau kok kita bakal dapat guru baru.” kataku malas.
Aku memang malas ngomongin tentang cowo-cowo di sekolahku ini—termasuk gurunya juga. Habis menurutku tidak ada yang bisa menandingi Kak Minato. Yah… setidaknya BELUM, dan aku harap tidak ada.
“Ah, kau sama sekali tidak asik! Masa kau sama sekali tidak tertarik?” tanya Michi dengan suara yang sengaja dibuat kecewa
“Maaf, tapi aku memang tidak tertarik.” jawabku sambil mengambil buku mata pelajaran selanjutnya sekaligus pelajaran terakhir, sejarah.
“Mai-chaaaan…. Kau ini aneh! Masa sih tidak ada cowo di sekolah ini yang kau bilang ganteng?” tanya Runa
“Tidak ada tuh.” jawabku santai
“Pasti karena cowo yang waktu itu kau ceritakan kan? Siapa namanya? Um… Mi..Mi…” ejek Michi
“Minato. Namanya Kak Minato.” potongku ketus
“Tapi itu kan udah 9 tahun yang lalu. Aku yakin si Minato itu udah punya pacar,” kata Michi enteng
“Tidak mungkin! Kak Minato kan sudah janji padaku!”
Runa sepertinya akan mengatakan sesuatu, tapi tersela oleh suara pintu geser yang terbuka. Kami bertiga refleks langsung melempar pandang kami ke pintu. Aku sedikit terkesiap.
Seorang pemuda dengan rambut berwarna cokelat muda masuk ke kelasku. Dia menggunakan vest rajutan berwarna hitam dan kemeja putih polos berlengan pendek juga celana hitam berbahan katun. Dia tidak mengenakan dasi dan rambut cokelatnya terlihat sedikit acak-acakan. Pemuda yang kelihatannya tidak berumur lebih tua dari 30 tahun itu melangkah dengan santai sambil membawa beberapa buku sejarah di tangan kirinya. Dia berjalan ke meja guru dan menyimpan buku-bukunya di sana. Setelah itu dia berjalan kembali ke depan kelas dan sedikit merapikan kerah bajunya. Mata cokelatnya menatap kami dengan tatapan yang tegas, menyiratkan bahwa dibalik wajahnya yang terlihat masih sangat muda itu, terdapat otak yang cemerlang.
“Selamat siang. Saya Amada Ken, guru sejarah kalian yang baru. Mulai hari ini sampai tiga bulan ke depan sayalah yang akan menjadi guru sejarah kalian.” katanya
“Oh iya, maaf ya tadi saya datang sedikit terlambat. Saya masih belum hafal jadwal mengajar saya.” tambahnya dengan senyum
“Amada-sensei umurnya berapa?” celetuk salah seorang siswi di kelasku
“Sebenarnya saya tidak punya kewajiban untuk mejawab pertanyaan itu, tapi karena ini hari pertama kita semua bertemu di kelas, maka saya akan menjawabnya. Umur saya 26 tahun.” jawabnya
Terdengar cekikikan dari belakangku. Karena penasaran, kutengok ke belakang dan mendapati temanku Sayo dan Mitsuki sedang cekikikan. Kuedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas dan kudapati hampir semua siswi di kelasku cekikikan atau hanya senyum-senyum. Aku menatap mereka heran, tapi lalu kualihkan pandanganku ke guru sejarah baruku, Amada-sensei. Amada-sensei hanya tersenyum sekilas. Dia berjalan ke meja guru dan mengambil salah satu buku.
“Saya ingin tahu, bab berapa yang terakhir kalian pelajari?” tanyanya
“Bab 7,” jawab ketua kelasku
“Hmm… Kalau begitu kita adakan kuis untuk menguji pemahaman kalian tentang bab 7. Silahkan keluarkan kertas selembar,” kata Amada-sensei sambil membolak-balik halaman buku yang dipengangnya
“Aaah… Malas…” kudengar Michi menggumam dari bangku di serong depanku
“Kukira kita bisa santai sedikit karena dapat guru baru… Ternyata…” Sayo dibelakangku mengeluh
Aku hanya mengangkat bahu dan mengeluarkan selembar kertas seperti yang diperintahkan sensei. Menurutku sih kuis ini sama sekali tidak menjadi masalah besar, karena satu, pelajaran kesukaanku adalah sejarah; dan dua, toh materi bab 7 tidak terlalu sulit buatku. Kukerjakan soal yang didiktekan Amada-sensei dengan cepat. Lalu mengumpulkannya. Kulihat Amada-sensei sedang menulis sesuatu di sebuah kertas dengan sebuah pulpen berwarna merah marun.
“Wah, cepat sekali. Sepertinya kau tidak menemui kesulitan sedikitpun ya?” dengan cepat Amada-sensei mendongak ke arahku
“Ya. Kurasa materi bab 7 itu cukup mudah,” jawabku pelan
“Hahaha kau benar. Siapa namamu?”
“Maiko,” jawabku singkat sebelum kembali ke bangkuku
Aku duduk di bangkuku dan mengeluarkan sebuah buku. Kuambil pensil mekanik dan memainkannya di tanganku sambil memandangi salah satu halaman di buku itu. Saat aku hendak menggoreskan pensil mekanikku, tiba-tiba saja Yuzu, teman sebangkuku menyikutku.
“Apa?” tanyaku
“Kau tadi ngobrol apa dengan Amada-sensei?” tanya Yuzu balik
“Ga kok. Tadi dia cuma tanya namaku.” jawabku singkat
“Lalu?”
“Aku kembali ke sini. Emangnya kenapa sih?”
“Hee… Ga apa-apa kok. Aku cuma iri aja sama kamu, Mai-chan.” kata Yuzu
“Iri?” tanyaku sambil menatap mata hitamnya
“Kau bisa langsung ngobrol dengan Amada-sensei. Huuuh… aku juga mau…” katanya sambil mengerucutkan bibirnya. Aku hanya tertawa cekikikan melihat wajahnya.
“Hahahaha kau kan bisa ajak Amada-sensei ngobrol saat jam pelajarannya selesai.” saranku
“Benar juga ya!” bisiknya dengan mata berbinar, “Thanks buat sarannya ya, Mai-chan!” sambungnya
Aku hanya tersenyum menganggapi kata-katanya, lalu mencoret-coret buku yang ada di mejaku dengan gambar-gambar.
.
Dua puluh menit kemudian, Amada-sensei meminta kami mengumpulkan kertas kami. Muncullah berbagai reaksi, ada yang tersenyum dipaksakan, ada yang cemberut, ada yang ekspresinya biasa saja, ada yang tersenyum kecil, sampai ada yang terlihat hampir menangis. Aku tidak ambil pusing dengan pemandangan itu dan melanjutkan gambarku. Setelah kami semua kembali ke bangku kami masing-masing, Amada-sensei berjalan ke depan kelas.
“Nah, sekarang sebelum memulai pelajaran saya ingin mengetahui nama kalian masing-masing. Ya, silahkan perkenalkan diri kalian mulai dari sini.” katanya sambil menunjuk bangku Michi.
“Namaku Tominaga Michi,”
“Aku Asou Rai,”
“Saya Nakajima Hitsugi,”
Dan seterusnya sampai giliranku,
“Aku Reihatsu Maiko,”
“Nama saya Tsumugi Hiro,”
“Saya Takigawa Rie,”
Dan seterusnya sampai murid terakhir. Setelah kami selesai memperkenalkan diri kami, Amada-sensei hanya mengangguk-angguk, lalu berkata, “Baiklah. Kalau begitu kita mulai pelajaran hari ini.”
.
.
Pelajaran sejarah hari ini sungguh menyenangkan. Materinya mengasyikkan dan cara mengajar Amada-sensei sama sekali tidak membuat kami bosan.
TING TONG
Bel pun berbunyi. Menandakan jam pelajaran telah berakhir.
“Baiklah, sampai di sini dulu pelajaran kali ini,” kata Amada-sensei, ”Jangan lupa, saya akan mengadakan pre-test minggu depan. Jadi belajarlah.” sambungnya sambil tersenyum kecil. Dapat kudengar erangan malas dari teman-temanku. Tapi sensei sama sekali tidak memedulikannya dan segera keluar dari kelas kami sambil membawa buku-bukunya, kertas jawaban kuis kami, dan beberapa alat tulisnya.
Tak berapa lama setelah Amada-sensei keluar dari kelas kami, wali kelas kami, Yamagishi-sensei, masuk ke kelas. Beberapa menit kemudian kami sudah keluar dari kelas kami dan berjalan ke berbagai arah. Ada yang ke klub olahraga, atau ke klub-klub yang lain, ke perpustakaan, juga ke Student Council, dan ada juga yang langsung pulang.
Hari ini aku tidak pulang bersama dengan Michi dan Runa, karena mereka ada kegiatan klub. Jadi hari ini aku pulang sendiri. Saat aku berjalan di depan kelas 1-B, aku melihat sebuah pulpen berwarna merah marun. Karena penasaran, aku mengambilnya dan membolak-baliknya. Aku menemukan inisial A.K di sana dengan warna emas. ‘Rasanya aku pernah lihat pulpen ini. Dimana ya?’ tanyaku dalam hati.
Aku terus memikirkannya sambil menggenggam pulpen merah marun itu. Tiba-tiba aku teringat,
‘Oh iya! Tadi Amada-sensei memakai pulpen seperti ini. Mungkin ini miliknya.’ aku mengangguk-angguk kecil. ‘Amada Ken, ya… Inisialnya pun A.K,’ pikirku lagi. Dengan segera, aku berjalan ke Faculty Office untuk mengembalikan pulpen milik Amada-sensei yang ada di genggamanku.
Setelah sampai di ruang Faculty Office, aku segera membuka pintunya dan mencari sosok Amada-sensei. Tiba-tiba kurasakan seseorang menepuk pundakku. Saat aku menoleh, kulihat Yamagishi-sensei.
“Ada apa, Maiko-chan?” tanya wali kelasku ini dengan suara lembut
“Umm… Aku mencari Amada-sensei.”
“Ken-kun? Tunggu sebentar ya, ah itu dia. Ken-kun!” panggil wali kelasku
“Fuuka-san? Ada apa?” tanya Amada-sensei
“Ini, ada yang mencarimu.” kata Yamagishi-sensei sambil menepuk punggungku ringan
“Kau… Maiko?” tanyanya ragu. Aku mengangguk.
“Kalau begitu aku duluan,” pamit Yamagishi-sensei sambil menganggukkan kepalanya dan berlalu. Tapi sebelum Yamagishi-sensei beranjak jauh, Amada-sensei memanggilnya, “Fuuka-san!”
“Ada apa Ken-kun?” Yamagishi-sensei berbalik
“Tentang acara hari minggu nanti, siapa saja yang akan ikut?” tanya Amada-sensei
“Semuanya,” jawab Yamagishi-sensei dengan senyum, “Tentu saja kecuali dia…” tiba-tiba wajahnya berubah sendu
“Jangan lupa datang, Ken-kun. Kurasa semuanya merindukanmu,” tambahnya sebelum melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
“Pasti,” janji Amada-sensei. Lalu Amada-sensei mengalihkan pandangannya kepadaku,
“Ada apa?” tanyanya
“Ano… Ini milik Anda?” tanyaku sambil menyodorkan pulpen merah marun yang kutemukan di koridor
“Wah! Dimana kau menemukannya? Aku memang mencari-cari pulpen ini. Arigatou gozaimasu.” katanya sambil menyunggingkan senyum hangatnya padaku dan mengambil pulpen itu dari tangaku
“Di depan kelas 1-B.” jawabku singkat
“Tapi bagaimana kau tahu ini milikku?” tanya sensei
“Saya melihat Amada-sensei menulis dengan menggunakan pulpen ini saat saya mengumpulkan kertas jawaban saya.”
“Begitu… Kau pengamat yang jeli.” pujinya
“A-arigatou gozaimasu,” kataku. ”Ngomong-ngomong, apa saya boleh bertanya?” tanyaku ragu
“Tentu,”
“Apa Anda dan Yamagishi-sensei saling mengenal?”
“Ya. Dulu kami satu asrama. Ya… satu-satunya asrama di Iwatodai yang dimiliki oleh Kirijo Group.” jawabnya
Aku terkesiap. Asrama yang dimiliki Kirijo Group? Dulu kan Kak Minato pernah bilang kalau dia tinggal di sana bersama dengan teman-temannya! Berarti pasti Yamagishi-sensei dan Amada-sensei mengenal Kak Minato!
“Ano… Apa saya boleh bertanya lagi?”
“Ya, ada apa?”
“A-apa di asrama itu ada yang bernama Minato?” tanyaku gugup
Tiba-tiba senyum di wajah Amada-sensei langsung menghilang dan matanya sedikit terbelalak. “Ya,” jawabnya parau. “Kau kenal Minato-san?” tanya Amada-sensei dengan kaget. Aku mengangguk-anggukkan kepalaku.
”Anda juga kenal dengan Kak Minato? Kalau begitu pasti Anda tahu dimana Kak Minato!” kataku bersemangat
“Lebih baik kita bicarakan di tempai lain saja,” katanya dengan suara yang cukup pelan. Kulihat di sekelilingku. Hampir semua guru yang ada di ruangan ini menatap kami. Aku mulai gugup, dan dengan cepat berjalan keluar dari Faculty Office, mengikuti Amada-sensei.
.
Beberapa saat kemudian, kami sudah sampai di Paulownia Mall. Kupandangi sosok Amada-sensei dari belakang. Dari caranya melangkah, rasanya Amada-sensei belum akan berhenti. ”Kita mau kemana, sensei?” tanyaku bingung. Amada-sensei tidak menjawabku
Kami sampai di Chagall Café. Lalu masuk dan mengambil tempat duduk. Aku mencoba memperhatikan raut wajah Amada-sensei yang duduk di depanku. Tapi cukup sulit karena kepalanya yang ditundukkan, membuat wajahnya sedikit tertutup dengan rambut cokelat terangnya. Namun dapat kupastikan wajahnya muram, tidak seperti tadi.
Seorang pelayan menghampiri kami, “Pesan apa, nona, tuan?” tanya pelayan itu ramah
“Saya pesan Black Coffee dan—kau mau apa?” tanya Amada-sensei
“Eeh, saya Milk Tea saja,” kataku gugup
“Baik, ada lagi?” tanya pelayan itu ramah
“Tidak,” jawab Amada-sensei singkat. Pelayan tersebut terseyum dan meninggalkan kami
“Jadi?”
“Kau juga kenal dengan Minato-san, ya?” tanya Amada-sensei. Aku mengangguk.
“Apa yang dia katakan padamu?”
“Eeeh… Kak Minato tidak banyak bicara, tapi dulu dia sering bermain dengan saya dan mentraktir saya,” jawabku jujur
“Apa Minato-san mengatakan sesuatu tentang persona?” tanyanya serius
“Per—apa? Rasanya tidak.” jawabku sambil mengingat-ingat
“Persona,”
“Saya rasa tidak. Seperti yang saya bilang, Kak Minato jarang sekali bercerita tentang dirinya sendiri. Kak Minato hanya bilang bahwa dia tinggal di sebuah asrama yang dimiliki oleh Kirijo Group di Iwatodai, dan tinggal di sana bersama teman-temannya dan seekor anjing.” jelasku panjang lebar
“Begitu…” kata Amada-sensei. Entah kenapa, kurasa Amada-sensei sedikit lega mendengar penuturanku tadi
“Silahkan, Milk Tea dan Black Coffeenya,” pelayan tadi muncul dengan membawa nampan berisi secangkir Milk Tea dan secangkir Black Coffee. Lalu dia menaruh kedua cangkir itu di meja kami
“Arigatou,” kataku dengan senyum. Pelayan itu balas tersenyum dan melangkah pergi membawa nampan kosong.
“Amada-sensei, tolong katakan dimana Kak Minato sekarang?” tanyaku serius. Kutatap mata cokelatnya lekat-lekat
“Minato-san… sudah meninggal 8 tahun yang lalu…” jawabnya sambil menundukkan kepalanya lagi
“B-bohong! Tidak bungkin! Kak Minato belum mati!” kataku marah
“Tapi Minato-san memang sudah meninggal dalam sebuah kecelakaan 8 tahun yang lalu,” tiba-tiba Amada-sensei mengangkat wajahnya lagi dan menatap mataku
“T-tapi…”
Amada-sensei terus menatapku
“K-kalau Kak M-minato mati…” air mata mulai bergulir di pipiku, “A-aku tidak m-mau Kak M-minato m-mati…” kataku terisak. Aku mulai menangis. Kudengar orang-orang di sekitarku mulai berbisik-bisik, tapi aku tidak peduli. Aku masih belum percaya Kak Minato sudah meninggal.
Amada-sensei menepuk kepalaku dan menyodorkanku Milk tea yang tadi kupesan, “Lebih baik diminum dulu,” sarannya. Kuambil cangkir itu dari tangannya dan mulai minum sedikit demi sedikit.
“Sudah enakan?” tanyanya. Aku mengangguk walaupun masih sedikit terisak
“Kalau kau tidak percaya, aku bisa membawamu ke tempatnya sekarang.” Amada-sensei menyodorkan sapu tangannya. “Kau mau kita ke sana?” tanyanya lembut
Aku mengangguk, “Ya,”
.
Lalu kami berdua keluar dari Chagall Café dan kubiarkan Amada-sensei menyetop sebuah taksi. Di dalam taksi, aku menceritakan tentang pertemuan pertamaku dengan Kak Minato serta pengalamanku bersamanya, juga tentangku yang memberikan hadiah kenangan padanya 9 tahun yang lalu sebelum aku pindah. Amada-sensei tidak mengatakan apa-apa, dia hanya mendengarkan ceritaku dengan seksama.
Akhirnya, kami sampai di sebuah pekuburan. Lalu kami masuk dan kubiarkan Amada-sensei membimbingku berjalan diantara batu-batu nisan. Tidak lama kemudian kami menemukan apa yang kami cari, batu nisan milik Kak Minato.
.
Here Lies Our Beloved Friend,
Arisato Minato
1992-2010
.
Begitu melihat batu nisan itu, aku menangis tersedu-sedu. Amada-sensei berdiri di belakangku, membiarkanku menyandarkan diriku padanya. Dia menepuk bahuku, menghiburku. Tapi tetap saja rasanya sedih. Sulit untuk memercayai bahwa orang yang kau cintai telah meninggal 8 tahun yang lalu.
Aku tidak tahu berapa lama aku menangis. Yang kutahu aku menangis di dalam pelukan Amada-sensei. Akhirnya aku berhenti menangis dan mencoba menenagkan diriku. Amada-sensei masih menepuk punggungku, “Tenanglah,” bisiknya lembut
Setelah merasa lebih baik, kulepaskan diriku dari pelukannya dan mundur beberapa langkah. Kubalikkan tubuhku untuk menatap batu nisan itu.
“Kak Minato…”
Kupejamkan mataku dan berdoa untuknya. Lalu kubuka kembali mataku. Kutatap batu nisan itu dalam keheningan. Angin berhembus, menggoyangkan dedaunan dan semak-belukar, membuatnya bergemerisik. Kutengadahkan kepalaku ke arah langit yang kini berwarna jingga.
.
“Sudah sore, bukankah sudah saatnya bagimu untuk pulang?” tanya Amada-sensei. Aku menoleh ke arahnya dan mengangguk
“Ya,”
“Ayo!” ajaknya. Kuhampiri Amada-sensei dan berjalan di belakangnya.
.
Aku menoleh ke arah batu nisan itu,

‘Good bye, my love… No matter what happened, you’re still my love…’
.
.
~OWARI~
.
Waaaaaah…. Akhirnya fic ini selesai jugaa… *long sigh* bener-bener deh… tadinya ceritanya ga kaya gini, tapi tiba-tiba ada ide buat bikin yang jalan ceritanya kaya gini. Ya udah, Saku ketik aja. Tapi endingnya ga enak ya? -_- Yah.. setidaknya Saku rasa gitu. Maaf banget kalau fic ini kacau balau bin ngaco bin gaje.

15.11.10

Spice!

.
SPICE!
Presented by: Murasaki Sakura
.
Summary: Semua ini hanya permainan untukku. Sama sekali tak ada cinta dalam permainanku ini, yang ada hanya setumpuk alasan dan kebohongan. Dan pada akhirnya, pasti akulah yang keluar sebagai pemenangnya. Request dari Kaminari to Mizu
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto
.
Special Fic Requested by KAMINARI TO MIZU-san! Maaf baru bisa Saku bikin dan maaf juga kalau ceritanya aneh… Terinspirasi dari lagu Vocaloid yang dinyanyikan oleh Kagamine Len, Spice! Fic oneshot pertama Saku dengan pair KakaSaku. Meskipun bikinnya dengan sedikit perasaan merinding, tapi akhirnya bisa selesai juga… ENJOY!

.
Bagiku, mereka semua sama saja—hanya bagian dari permainan kecilku saja.
Tidak ada yang lebih berharga dari itu.
Dan tenang saja, pada akhirnya pasti akulah yang keluar sebagai pemenangnya.
Tak ada cinta dalam permainanku, yang ada hanya setumpuk alasan dan kebohongan.
Bersiaplah, karena aku tak memilih lawanku, kalianlah yang mencalonkan diri menjadi lawan mainku.
Tapi, kapankah kau bisa menjadi lawan mainku?
Karena saat kau menjadi lawan mainku, kupastikan tak aka nada lagi yang menjadi lawanku selain dirimu.
.
.
Murasaki Sakura Presents:
SPICE!
.
.
I realize the screaming pain
Hearing loud in my brain—
Ringtone handphoneku berdering membangunkanku dari tidurku yang tidak nyenyak. Jam berapa ini? Kuintip hitamnya langit dari balik tirai berwarna hijau tosca yang sedikit tersingkap. Gelap. Ah, kurasa matahari bahkan belum terbit.
Kuambil handphoneku yang masih berdering dari meja di samping tempat tidurku. Jam di handphoneku masih menunjukkan angka 4 dan 0. ANKO. Itu satu-satunya nama yang tertera di layar handphoneku yang berkedip-kedip.
But I’m going straight ahead with—
PIK
“Halo,”
“Kakashiii!” sapa suara wanita di ujung sana. Yah, suara Anko
“Ohayou, senpai,” sapaku balik dengan suara yang sengaja kubuat ramah. Padahal dalam hati aku mengutukinya karena sudah membuatku bangun sepagi ini
“Ah, berapa kali aku harus memberitahumu, Kakashi? Jangan memanggilku ‘senpai’, cukup panggil aku Anko saja.” katanya dengan suara yang dibuat semanja mungkin. Bahkan mendengarnya saja membuatku muak.
“Tapi rasanya sama sekali tidak sopan,” sahutku
“Hahahaha kau ini lucu sekali Kakashi… Apanya yang tidak sopan? Kau kan pacarku!” aku bisa mendengar sedikit kebanggaan dalam suaranya  ketika Anko mengatakan ‘pacarku’
“Yah, kurasa kau benar, Anko,” aku mengiyakannya dan memberi penekanan pada saat aku mengatakan ‘Anko’. Terdengar suara tawa di ujung sana—aku mengacuhkannya.
“Kurasa kau meneleponku pagi-pagi begini bukan hanya untuk mengucapkan selamat pagi, Anko.” kataku to the point. Yah, bisa dibilang aku ini bukan tipe orang yang mau berlelet-lelet dengan perbincangan yang tidak penting. Lebih baik to the point saja.
“Umm… Aku hanya ingin bertanya, kau kemana saja? Kenapa tidak ada yang mengangkat saat kutelepon ke rumahmu? Apa kau sedang bersama perempuan lain?” tanya Anko tegas
“Aku sedang ada di rumah Yamato. Kemarin kami mengerjakan tugas kelompok hingga larut, jadi kuputuskan untuk menginap dirumahnya.” jawabku
“Ooh begitu… Kupikir kau sedang bersama dengan perempuan lain!” nada bicara Anko dan terdengar sedikit lega. “Kurasa kau sudah bukan seorang playboy lagi.” katanya dengan penuh keyakinan
“Tenang saja Anko, hanya kaulah wanita yang paling berharga untukku,” kataku. Sebenarnya dalam hati rasanya ingin aku mencuci lidahku dengan sabun dan menggosoknya kuat-kuat setelah mengatakan hal itu
“Benarkah?” tanyanya dengan suara yang dibuat manja
“Yeah,” jawabku singkat
“Baiklah kalau begitu, kurasa aku sudah mengganggu tidurmu,” kata-kata Anko terputus sebentar. Ya, kau memang menggangguku. “Kalau begitu sampai nanti, Kakashi,” sambungan pun terputus setelah Anko mengatakan kalimat terakhirnya.
“Dasar menjijikkan,” umpatku pada wanita yang baru saja meneleponku.
Tapi, tebakannya tadi boleh juga… Seringai yang terkembang di bibir tipisku. Kualihkan pandanganku pada sosok yang masih tertidur di sebelahku. Seorang wanita berkulit putih dengan rambut hitam legam.
Kau benar-benar berpikir bahwa aku berada di rumah Yamato? Ha! Dasar bodoh!
Kuelus pipi halusnya dan rambut hitamnya yang tergerai sampai seleher, kemudian turun ke leher jenjangnya. “Mmmh…” gumamnya
Kulirik jam di handphoneku. 04.15. Masih terlalu pagi untuk pulang ke rumah. Tapi daripada mati bosan di sini, lebih baik aku pulang dan bersiap dulu.
Kujejakkan kakiku di atas lantai berkarpet krem yang terasa lembut di kakiku. Suhu dingin langsung menyambutku, menyerang kulitku yang tak tertutup kain. Kuambil secarik kertas dan pulpen dari meja rias wanita itu dan mulai menulis,
Ohayou, Shizune! Maaf, aku belum menyiapkan apapun untuk pelajaran hari ini, dan kurasa Orochimaru-sensei akan memulai pelajaran kimia hari ini dengan pre-test. Jadi kurasa aku harus kembali ke rumah dan belajar terlebih dahulu. Karena Orochimaru-sensei mungkin akan menjadikan kami salah satu spesimennya jika ada yang mendapat nilai kecil.
Maaf ya aku jadi tidak bisa mengantarmu ke sekolah. Mungkin kita bisa pulang sekolah bersama?

Kakashi
Setelah selesai menulis, kulipat kertas itu dan kuselipkan ke bawah bantalnya. Ah, lagi-lagi kata-kata yang penuh kebohongan. Sampai kapan aku akan terus berbohong? Mungkin sampai aku berhasil mengalahkan’nya’ dalam permainanku? Ah, entahlah.
Kuambil kemeja merah darahku yang tergeletak begitu saja di lantai dan mulai memakainya. Kemudian kupakai sabuk hitamku dan mengambil kacamataku. Setelah mencuci mukaku sebentar dan merapikan pakaianku, aku keluar dari apartemen wanita itu.
.
Matahari mulai bersinar hangat saat aku mencapai pintu apartemenku. Kurogoh kantung celana jeans hitamku dan mengambil sebuah kunci dengan gantungan berbentuk serigala putih dengan pola merah di beberapa bagian—Okami Amaterasu. Kuputar kunci itu di lubang kunci dan terdengarlah bunyi ‘Klik’ pelan. Setelah itu aku pun langsung memasuki apartemenku.
“Tadaima,” ucapku setelah melepaskan sepatu
Hening, tak ada jawaban. Ah, tentu saja. Otou-san kan sedang pergi ke Ame selama tiga bulan! Aku bahkan melupakan hal itu. Mungkin karena keberadaan Otou-san di apartemen ini seperti bayangan tipis saja. Karena biasanya Otou-san sibuk dengan pekerjaannya, ditambah lagi baru-baru ini Otou-san membeli sebuah rumah mewah di bagian selatan Konoha. Tapi kurasa tinggal sendirian itu tidak ada ruginya juga kok. Apalagi mengingat aku yang sekarang sudah kelas 2 SMA ini.
Kulangkahkan kakiku ke kamar tidurku. Hanya kamar biasa yang didominasi oleh warna hijau dan krem. Aku mengambil sebuah kemeja putih dan vest krem serta celana panjang cokelat tua juga dasi berwarna merah yang menjadi seragam sekolahku, Konoha Gakuen. Kemudian aku beranjak ke kamar mandi dan langsung mengguyur tubuhku dengan air dingin dari shower. Setelah selesai mandi, kukeringkan tubuhku dengan handuk dan langsung mengenakan seragam Konoha Gakuen. Lalu kubakar dua lembar roti untuk sarapan dan segelas jus apel yang ada di kulkas.
Dua lembar roti bakar dan segelas jus apel yang menjadi sarapanku sekarang sudah berpindah ke dalam perutku. Kemudian kucuci piring dan gelas kotor, lalu kembali ke kamar. Di kamar, kuambil ranselku dan kupakai blazer cokelat tua yang juga bagian dari seragam Konoha Gakuen. Kulirik jam tangan yang melingkar di tanganku, 06.00. Masih ada satu jam sebelum bel sekolah berbunyi, tapi kuputuskan untuk berangkat awal seperti biasa. Jadi, kuambil novel(1) yang tergeletak di meja belajarku dan kacamataku. Kemudian aku pun berangkat ke sekolah.
.
Aku berjalan ke halte bus yang jaraknya kurang lebih hanya 200 meter dari apartemenku sambil membaca novel yang ada di tanganku. Beberapa menit kemudian, aku pun sudah berada di halte bus dan menunggu bus selanjutnya datang sekitar sepuluh menit lagi. Aku langsung duduk di kursi panjang yang ada di halte itu sambil membaca novel yang kubawa dari rumah. Ceritanya tidak buruk, tentang seorang detektif berkepribadian ganda yang mencoba mengusut kasus pembunuhan pelik yang dilakukan oleh kepribadiannya yang lain.
Saat sedang seru-serunya membaca, tiba-tiba bus yang kutunggu datang. Lalu tanpa membuang-buang waktu lagi kututup novelku dan kulangkahkan kakiku masuk ke bus itu. Kemudian langsung kuambil tempat duduk yang memang biasanya kutempati—di samping kaca di baris kedua dari belakang. Kubuka kembali novelku, tapi tak langsung kubaca. Seperti biasa, kulayangkan pandangku keluar bus sebentar, meresapi suasana pagi yang tenang.
Aku masih memandang keluar saat kusadari bus yang kunaiki hendak berangkat. Maka cepat-cepat kufokuskan kembali pikiranku pada novel detektif yang ada di tanganku. Tiba-tiba kulihat seorang pemuda seumuranku berlari-lari menuju halte sambil melambai-lambaikan tangannya dan berteriak-teriak. “Heeei!! Tunggu akuu!!” seru pemuda itu. Rambutnya yang dikucir tinggi bergoyang kesana-kemari seiring langkahnya yang cepat, blazernya terlihat dipakai asal-asalan, dan ditangan kanannya terdapat sepotong sandwich yang terlihat masih utuh. Supir bus menghela nafas dan memutuskan untuk menunggu pemuda itu.
“Terimakasih sudah menungguku, pak!” kata pemuda itu dengan nafas yang terengah-engah. Sang supir bus hanya mengangguk dan tersenyum sekilas sebelum pemuda itu mengambil tempat duduk di sebelahku.
“Ohayou, Kakashi!” sapanya ramah. Dia memang teman baikku sejak masih di SD
“Ohayou, Iruka,” sapaku balik sambil membetulkan letak kacamataku
“Tumben sekali kau berangkat pagi-pagi. Ada apa?” tanya Iruka. Kurasa dia sedikit menyindirku, karena biasanya aku telat masuk kelas
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu. Karena asal kau tahu, aku selalu berangkat pagi-pagi,” sahutku
“Hahahaha kalau begitu kenapa kau bisa dijuluki Raja Jam Karet?” Iruka tertawa
“Kurasa karena aku selalu tertidur saat aku sampai di sekolah,” jawabku. Lalu kami pun tertawa—entah menertawakan apa, karena menurutku jawabanku yang tadi sama sekali tidak lucu.
PIPIP
Handphoneku bergetar. Kukeluarkan handphoneku dari saku celana dan langsung melihat layarnya.
1 New Message
From Shizune    06.12
Kutekan tombol ‘Read’
Subject: Ohayou Kaka-kun!
Ohayou Kaka-kun! :D Tenang saja, tidak diantar pun aku masih bisa ke sekolah sendiri kan? Hehehe… :) Tapi maaf Kaka-kun, kita tidak bisa pulang bareng sore ini. :( Soalnya aku harus mengerjaan tugas kelompok sama temanku. Maaf ya
Tanpa sadar aku tersenyum saat membaca pesan itu. Ah, syukurlah… Untung saja dia mengerjakan tugas kelompok! Kalau tidak, pasti dompetku jadi korbannya!
“Hei hei ada apa Kakashi? Apa kau dapat pengakuan cinta lewat SMS?” tebak Iruka
“Yare-yare… Mana ada perempuan yang mau melakukan hal itu?” tanyaku dengan senyum
“Yah, mungkin saja kan?” pemuda berambut nanas itu mengangkat bahunya, “Kalau begitu kenapa kau senyum-senyum sendiri? Membuatku merinding saja…”
“Hahaha kau ingat Shizune?” tanyaku
“Shizune?” Iruka menggaruk pelipisnya, “Oh! Shizune yang murid kesayangan Tsunade-sensei, kan?” Aku mengangguk
“Jangan bilang dia juga pacarmu?” tanya Iruka menyelidik
“Hahahaha kalau kubilang ya?” tanyaku balik dengan tawa
“Ara… Kau itu… Rasanya semua wanita yang kukenal itu adalah pacarmu atau mantan pacarmu, Kakashi…” sahabatku itu menggeleng-gelengkan kepalanya
“Ada kok wanita yang kau kenal dan bukan pacarku,”
“Siapa?” tanya Iruka dengan antusias
“Ibumu,” jawabku singkat sebelum tawaku meledak
“Tidak lucu, Kakashi!” Iruka langsung merengut, “Sudahlah, tidak penting! Katakan, ada apa dengan Shizune?”
“Ah, sepertinya hari ini aku akan bebas.” kataku lega tanpa memedulikan pertanyaan sahabatku itu
“Maksudmu?”
“Tidak,” gumam sebelum kembali menenggelamkan pikiranku dalam novel yang berada di tanganku.
.
Seorang gadis berambut pirang berlari melewatiku dan Iruka yang sedang santai berjalan menuju gedung sekolah yang masih sepi. Aku mengenal gadis pirang itu, namanya Yamanaka Ino. Mata sapphirenya yang penuh keceriaan sangat indah menurutku. Tapi masih ada yang lebih indah dari mata sapphire milik Ino, yaitu mata emerald milik gadis itu. Rambut pirangnya yang panjang terlihat sangat halus dan indah. Tapi masih ada yang lebih indah dari rambut pirang milik Ino, yaitu rambut bubblegum milik gadis itu.
“Inooo…” panggil seorang gadis berambut bubblegum dengan suara ceria sambil melambaikan tangannya. Gadis itu berdiri tepat di depan pintu masuk gedung sekolah. Rambut bubblegumnya yang dipotong pendek tertiup angin, membuat mataku terpaku padanya. Rupanya angin juga mengibarkan pita hijau tua(2) yang terikat rapi di kerah bajunya, mengingatkanku pada satu hal. Ah, tentu saja, dia memang adik kelasku.
Namanya Haruno Sakura. Rambutnya berwarna pink lembut dan dipotong pendek sebahu. Mata emeraldnya selalu penuh keceriaan dan kebahagiaan, belum pernah sekalipun kulihat mata itu menunjukkan kesedihan mendalam. Kulitnya yang putih sangat halus dan terawat. Menurutku nama ‘Haruno Sakura’ sangat cocok dengan rambut pink-nya dan sifat cerianya. Dan kurasa dia memang cantik seperti bunga sakura yang bermekaran di musim semi.
Bisa dibilang aku ini penggemar rahasianya. Dia bahkan tidak tahu kalau aku mengetahui namanya. Dia juga tidak tahu kalau aku sering memerhatikannya diam-diam. Tapi kurasa dia mengenalku, karena dia beberapa kali menyapaku.
Penggemar rahasia… Rasanya seperti kata lain dari pengecut.
Tanpa kusadari, Iruka memandangiku. Sedangkan aku, yah, masih terpaku menatap Sakura.
“Hei, Kakashi! Kalau bengong di situ bisa-bisa kau jadi terlihat tidak keren,” goda Iruka. Aku yakin sahabatku itu tahu kalau aku sedang memerhatikan Sakura.
“Diamlah, Iruka,” sahutku malas
“Hahahaha habis kau serius sekali memerhatikannya!”
“Hmm… Aku bingung, kenapa dia tidak tertarik padaku ya?” tanyaku pada Iruka. Pertanyaan yang bodoh bila diajukan pada Iruka. Sebenarnya itu hanya basa-basi saja.
“Narsis,” Iruka terkekeh sambil menyikutku. “Kurasa mungkin dia sudah menyukai orang lain?” tebak Iruka asal. Yeah, aku juga berpikiran sama dengannya. Aku malah berpikir kalau Sakura sudah mempunyai pacar.
“Sudahlah! Ayo kita ke kelas,” ajak Iruka, aku mengangguk.
.
Aku membuka pintu menuju atap sekolah. Kemudian kucari tempat yang nyaman untuk membaca dan duduk di sana. Kubuka novel yang masih ada di tanganku dan mulai membacanya. Beberapa menit kemudian, kulirik jam tanganku. 06.49. Masih ada 11 menit lagi sebelum bel sekolah berbunyi. Masih banyak waktu. Kututup novelku, kemudian kuletakkan disebelah tubuhku. Kulepas kacamata yang sedari tadi kupakai dan kuletakkan tepat di atas novelku. Lalu kurebahkan tubuhku. Beberapa menit kemudian, aku pun sudah berkelana ke alam mimpiku.
.
Aku terbagun begitu saja dari tidurku. Ah, jam berapa sekarang? Jamku menunjukkan angka 07.12. Bel sudah berbunyi sejak dua belas menit yang lalu, tapi masih ada waktu tiga menit sebelum pelajaran dimulai. Kuambil bukuku dan kupakai lagi kacamataku. Lalu aku pun bangun dari posisi tidurku dan beranjak ke kelasku.
Seperti biasa, saat aku sampai ke kelas, Minato-sensei hanya menegurku. Untunglah aku punya walikelas sebaik itu. Bel pelajaran pun berbunyi tepat setelah aku duduk di bangkuku. Dan beberapa detik kemudian, Orochimaru-sensei pun masuk ke kelas untuk memulai pelajaran.
.
Bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan berakhirnya jam pelajaran terakhir. Setelah Minato-sensei mengingatkan kami tentang ujian tengah semester yang makin dekat, kami diperbolehkan pulang.
Aku hendak berjalan ke ruang ganti baju untuk mengganti seragam Konoha Gakuenku dengan seragam tim sepak bola Konoha Gakuen ketika handphoneku berdering.
I realize the screaming pain
Hearing loud—
Kuambil handphone yang tadi berada di saku celanaku. Satu nama tertera di layar handphoneku, ANKO. Sial, dia lagi.
PIK
“Halo,”
“Kakashii~” panggil Anko dengan manja. Hal yang langsung membuatku muak.
“Ada apa?”
“Aku ingin bertemu denganmu…” jawabnya masih dengan suara yang manja.
“Maaf, tapi hari ini aku ada kegiatan klub sampai sore.” kataku. Tentu saja itu bohong. Lagipula kurasa dia hanya ingin mengambil keuntungan saja dariku, dan pada akhirnya dompetku lah yang akhirnya jadi korban.
“Yaaaah… Baiklah…” Anko terdengar kecewa. “Aishiteru,” katanya sebelum memutuskan sambungan telepon. “Bodoh,” gumamku
Kata-katanya, membosankan sekali. Lagipula kau mau bilang ‘Aishiteru’ sampai seribu kali pun, kau tetap hanya akan menjadi bagian dari permainanku saja. Kurasa aku akan memutuskan Anko besok atau nanti malam.
BRUK
Seseorang menabrakku dari belakang. Kulihat seorang siswi berambut bubblegum sedang mengusap dahinya. Gadis itu adalah Sakura.
“Maafkan aku, Kakashi-senpai!” katanya sambil membungkuk
“Tidak apa-apa kok.” aku tersenyum padanya sambil membetulkan kacamataku. Kulihat wajahnya sedikit bersemu merah, manis sekali
“Kau ada kegiatan klub?” tanyaku. Pertanyaan acak yang muncul pertama di otakku
“Ada. Tapi hari ini aku mau pulang cepat,” katanya. Senyumnya mengembang, membuatnya terlihat lebih cantik
“Kau tahu? Kau terlihat manis saat tersenyum,” kataku santai. Kulihat wajahnya kembali bersemu merah
“Aaa… A-arigatou, senpai,” gumamnya
“Sakura?” panggil sebuah suara, suara yang kukenal. “Ayo cepat!”
“Sasuke-kun?” Sakura menoleh dan mendapati seorang siswa berambut raven dengan model pantat ayam sedang memandanginya. “Baik!” Sakura berjalan cepat ke arah pemuda yang bernama Sasuke itu. Mata onyxnya memandang onyx dan rubyku(3) dengan tajam, entah apa maksudnya. Kurasa dia tidak suka kalau aku dekat-dekat dengan Sakura. Mungkin Sasuke adalah pacar Sakura seperti yang kuduga. Terserahlah, yang pasti aku harus bisa menjadi pacar Sakura.
Kulihat Sakura dan Sasuke berjalan semakin menjauh dariku. Mereka mengobrol riang, bercanda, dan tertawa bersama. Membuatku cemburu. Aku terus mendengarkan canda tawa mereka sampai mereka menghilang dari pandanganku. Ah, cinta memang sering menyulitkan. Merasakan cinta memang menyenangkan, tapi kenapa pada saat yang sama selalu terasa menyakitkan?
Karena itulah aku selalu memainkan permainanku. Sampai aku bisa memilikimu.
Kurasakan handphoneku bergetar lagi.
1 New Message
From Ayame    13.19
Kutekan tombol ‘Read’
Subject: None
Bisa kita ketemu siang ini?
“Sayangnya tidak,” gumamku
.
Kuurungkan niatku untuk mengikuti kegiatan klub hari ini. Mood bermain sepakbolaku sudah hilang entah kemana, jadi kuputuskan pergi ke atap sekolah untuk menenangkan diri.
Sepertinya hari ini aku sedang sial. Saat aku berjalan di koridor, kulihat dua orang yang kukenal. Sakura dan Sasuke. Mereka masih bercanda dan tertawa seperti sebelumnya, membuat hatiku benar-benar cemburu. Sialan. Kulewati mereka dengan langkah cepat. Tanpa kusadari Sakura melirik ke arahku.
“Kakashi-senpai!” panggil suara yang sangat kukenal, suara seorang perempuan, suara Sakura. Aku tidak memercayai pendengaranku. Apa dia benar-benar memanggilku? Atau hanya perasaanku saja?
“Kakashi-senpai!” panggil Sakura sekali lagi. Kali ini kudengar juga suara langkah kaki yang berjalan ke arahku
“Ada apa?” tanyaku ramah
“Ano… Ini untuk senpai,” katanya sambil menyodorkan sebuah pembatas buku bergambar anjing. “Untukku?”
“Ya, untuk senpai!” dia mengangguk
“Arigatou,” aku mengambil pembatas buku itu dan tersenyum padanya. Pipinya bersemu merah. Setelah itu dia kembali berjalan ke arah Sasuke. Mereka berdua pun berjalan meninggalkanku.
Apa dia menyukaiku?
Aku tersenyum kecil sebelum kembali berjalan ke atap sekolah.
.
Malam itu, Anko kembali meneleponku. Dan saat itu juga aku memutuskannya.
“T-tapi, Kakashi…”
“Memang sebenarnya dari awal aku tidak pernah menyukaimu,” aku memotong kata-katanya
“Kalau begitu…”
“Jaa,” potongku lagi sebelum memutuskan sambungan telepon.
Akhirnya, aku melakukan hal yang memang ingin kulakukan sejak lama.
.
Dua hari kemudian aku menemukan sebuah surat tak bernama di loker sepatuku.
hAlo kakashi-san! kalau kau membaca suraT ini, aku yakin kau sudAh membuka loker sePatumu.
maukah kakashi-San datang kE tempat yang sudah Kutulis di surat ini? semOga kau mau datang.
kutunggu disana hari ini(seLasa) sepulAng sekolaH
Aneh. Di surat ini tertulis ‘datang ke tempat yang kutulis di surat ini’. Tapi di sini sama sekali tidak ada tempatnya. Dan lagi dia menuliskan ‘hari ini(selasa)’. Apa maksudnya? Kubolak-balik surat itu, tapi tetap saja tidak menemukan tempatnya. Akhirnya kuputuskan untuk mencari tempatnya nanti, karena sekarang aku sudah telat masuk kelas. Tanpa kusadari, sepasang mata memandangiku dari kejauhan.
.
Kubuka pintu kelasku, “Ohayou,” kataku dengan senyum mengembang di wajahku
“Ohayou Kakashi, lagi-lagi kau telat.” Minato-sensei menyeringai
“Begitulah, sensei,” kubetulkan letak kacamataku yang sedikit merosot
“Duduklah,” kata Minato-sensei sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
“Arigatou, Minato-sensei,” aku menganggukkan kepalaku singkat
Aku duduk di kursiku. “Yo, Raja Jam Karet. Telat seperti biasa?” ledek teman sebangkuku, Raidou
“Yeah,” jawabku singkat
TING TONG
Bel berbunyi, tanda pelajaran pertama dimulai. Tsunade-sensei masuk ke kelas ditemani oleh Shizune yang membawa beberapa gulungan perkamen dan buku-buku. Aku mengeluarkan buku biologiku dan tanpa sengaja surat yang kutemukan di lokerku. Kubaca surat itu sekali lagi, tapi masih tak menemukan apapun. Shizune keluar dari kelasku setelah menyimpan barang-barang yang dibawanya di meja guru.
“Ohayou, minna!” sapa Tsunade-sensei
“Ohayou, Tsunade-sensei,” balas kami
“Pagi ini kita lanjutkan materi kemarin. Masih tentang—“
Aku sudah tidak berkonsentrasi pada kata-kata Tsunade-sensei karena surat itu. Kubaca berulang kali, lagi dan lagi. Tapi tak juga menemukan sesuatu.
“Hei, apa itu?” bisik Raidou
“Nih,” kuberikan kertas itu pada Raidou
“Wah, surat cinta ya? Tapi kok aneh gini?” tanya Raidou sambil menyeringai
“Mana kutahu.” jawabku sambil mengangkat kedua bahuku
“Sepertinya pengirimnya baru belajar menulis,” kata Raidou
“Maksudmu?”
“Lihat,” dia menunjuk beberapa kata yang tertulis di surat itu. “Huruf A pada kata ‘halo’. Seharusnya bukan kapital, kan?” aku hanya mengangguk-angguk
“Kemudian kata kedua, ‘Kakashi-san’. Seharusnya huruf Knya adalah huruf kapital, tapi di ini malah sama sekali tidak memakai huruf kapital. Sedangkan kata ‘Kakashi-san’ di baris kedua Snya menggunakan huruf capital.”
Bodohnya aku! Kenapa tidak terpikir olehku kalau ini adalah semacam kode? Kuambil surat itu dan sebuah pulpen. Kuperhatikan huruf kapital yang ada di surat itu, lalu menyusunnya sesuai urutan.
ATAP SEKOLAH
Aku tersenyum simpul. Cerdik sekali. Menggunakan cara yang klasik. Raidou hanya memandangiku dan dua kata yang baru saja selesai kutulis. “Terimakasih, Raidou,” kataku
“Sama-sama.” Raidou mengangguk.
.
Angin berhembus sepoi-sepoi di atap sekolah. Kuedarkan pandanganku untuk mencari pengirim surat yang berada di saku celanaku. Aku menangkap sosok berambut bubblegum sedang berdiri membelakangiku. Mungkinkah?
Kulangkahkan kakiku ke arahnya. Dia menoleh saat mendengar suara langkah kakiku yang semakin mendekat.
“Kakashi-senpai!” panggilnya. Dia memang Sakura
“Ada apa memanggilku kesini, Haruno?” tanyaku ramah
“S-senpai tahu namaku?” dia terlihat sedikit terkejut
“Tentu saja,” aku mengangguk dan tersenyum padanya
“Ano… Aku…” Sakura menundukkan wajahnya, tapi masih bisa kulihat kalau wajahnya merah padam
“Aishiteru?” tanyaku santai
“Akh!” Sakura mengangkat wajahnya dan melihat onyx dan rubyku. Emerald miliknya benar-benar cantik.
“Aishiteru, Sakura,” kataku
“S-senpai?” Emerald Sakura memandangku, tidak percaya pada apa yang kukatakan
“Jadi, apa jawabanmu?”
Sakura terdiam sebentar. “A-aishiteru mo, senpai…” bisiknya
“Baguslah!” aku mengacak rambut bubblegumnya
“Sakura, permisi sebentar ya?” Sakura mengangguk kecil
Kulangkahkan kakiku ke sudut terjauh dari atap sekolah dan memastikan Sakura tidak bisa mendengar kata-kataku. Lalu sesuai janjiku pada diriku sendiri, kuambil handphoneku dan menelepon Shizune.
“Halo Kaka-kun!” sapa suara ceria milik Shizune
“Hai Shizune,” sapaku balik
“Ada apa, Kaka-kun?” tanyanya
“Kita putus,” kataku singkat
“A-apa? Kenapa?” suara Shizune sekarang sudah seperti mau menangis
“Karena aku tidak pernah menyukaimu dari awal.” jawabku santai
“T-tapi…”
“Jaa!” kupotong perkataannya dan kuputuskan sambungan telepon. Fyuh, 1 orang. Tinggal 1 lagi. Kuhubungi nomor telepon Ayame, dan kukatakan hal yang sama pada gadis berambut cokelat itu.
Akhirnya selesai…
“Kakashi-senpai!” panggil Sakura sambil berjalan ke arahku.
“Ada apa?” tanyaku, tak lupa dengan senyum di wajahku
“TIdak apa-apa,” gadis itu tersenyum dan merangkul lenganku.
Hening. Tak ada yang berbicara. Kami hanya memandang langit.
“Kupikir kau pacarnya Uchiha Sasuke,” aku memecah keheningan
“Tidak mungkin! Sasuke itu hanya sahabatku saja!” sahut Sakura
“Baguslah,” aku menghela nafas lega.
.
Kurasa pada akhirnya kau menjadi lawan main dalam permainanku ini.
Tapi tenang saja, kali ini kau hanya akan menjadi lawan tunggalku.
Ups, aku lupa kalau saat ini bukanlah permainan.
Karena aku memang menyukaimu, tidak seperti pacar-pacarku sebelumnya.
Dan kurasa karena permainanku sudah selesai, maka aku harus mengatakan,
GAME OVER.
.
OWARI
.
#notes#
(1):  Novelnya yang pasti bukan Icha Icha Paradise. Soalnya Saku lagi seneng sama novel detektif ^^ *kicked
(2): Warna dasi (buat cowo) sama pita (buat cewe) ditentukan oleh kelas. Misalnya, dasinya Kakashi warnanya merah, berarti Kakashi kelas 3. Atau pitanya Sakura warnanya hijau, berarti Sakura kelas 1. Dan untuk dasi dan pita kelas 2, warnanya orange.
(3): Matanya Kakashi kan sebelah hitam, sebelah lagi sharingan. Jadi di fic ini sebelah warna hitam, sebelah lagi warna merah.
.
Oneshot yang panjang banget… Sampe 14 halaman di Microsoft Word. -__- Saku ngerjainnya mati-matian nih! Supaya bisa dipublish sesuai target, tapi nyatanya telat juga… Tadinya Saku mau bikin ini tuh jadi birthday fic buat Kakashi, tapi yah, berhubung telat maafin Saku ya…
Dan buat Kaminari to Mizu-san! Gimana ficnya? Jelek kah? Ancur kah? Gaje kah? Aneh kah? Kalau ga suka juga ga apa-apa kok, tapi semoga Kaminari to Mizu-san suka. ^^

Little Secret

.
LITTLE SECRET
Presented by: Murasaki Sakura
.
Summary: Empat hal—seorang pemuda, seorang anak kecil, kematian, dan setelah kematian—, empat perasaan—iri, kagum, bersalah, dan bahagia—, dan satu orang. Summary macam apa ini?!!
Disclaimer: Persona 3 tetep punya ATLUS kok
.
.
SILVER FIST
Hei,
apa kau tahu?
Sebenarnya aku sangat iri padamu.
Kau begitu hebat, begitu percaya diri, dan begitu kuat.
.
Jika dibandingkan denganku?
Hahahaha malah hanya akan membuatku bertanya,
Sebenarnya untuk siapa kugunakan kekuatanku?
.
Hei,
apa kau tahu?
Aku pun sangat mengagumimu.
Kurasa, bila kau tahu siapa sebenarnya aku,
maka kau hanya akan tertawa dan meninggalkanku.
.
Karena itulah aku selalu mengenakan topeng ini dihadapan semua orang
Karena untuk melindungi diriku yang lemah dengan sebuah kebohongan
.
Hei,
apa kau tahu?
Meskipun aku iri sekaligus kagum padamu,
aku selalu senang menjadi sahabatmu
.
BROWN LITTLE BOY
Mata anak itu selalu mengingatkanku pada hal yang paling tak ingin kuingat.
Ya, kebodohanku sendiri.
Membuatku mengingat betapa lemahnya diriku.
Dan aku sangat membenci itu
.
Meskipun perasaan bersalah selalu menggerogoti hatiku,
Aku sama sekali tidak bisa mengatakannya padamu karena diriku yang seorang pengecut
.
Meskipun hanya satu kata,
tapi mengapa begitu sulit?
.
Hari itu,
Sudah kuputuskan bahwa aku harus mengakhiri perasaan ini.
Akan kubiarkan kau membunuhku.
Karena aku tahu, hanya hal itulah yang dapat membuatmu tenang.
.
Maafkan aku
.
LAST FULLMOON
Angin malam yang begitu menusuk,
Hawa membunuh yang begitu mencekam,
Sinar rembulan yang begitu hampa,
Tak membuatku mengurungkan niatku.
.
Aku tahu,
Hari ini adalah hari pembalasan bagimu padaku.
Dan aku menerimanya.
Karena aku tahu, aku memang bersalah padamu.
.
Tapi, takdir berkata lain.
Ternyata nasibku bukanlah mati di tanganmu,
Tapi mati di tangan lelaki itu.
.
Takdirku bukanlah mati karena ketajaman tombakmu,
Tapi karena pelurunya yang begitu cepat menembus diriku.
.
Tapi, pada akhirnya aku bisa lega.
Karena satu-satunya hal yang bisa menebus dosaku telah tercapai,
.
Ya, kematianku.
.
FOREVER
Putih.
Yang kuingat adalah putih.
Karena semua menjadi putih di pandanganku saat itu.
.
Seruan-seruan yang begitu kukenal terus memanggilku di kejauhan.
Rasanya ingin kujawab seruan mereka,
kugapai tangan-tangan mereka,
kuhampiri mereka.
.
Tapi kurasa mustahil.
Karena saat ini, aku sudah mati.
.
Entah sudah berapa lama aku memandangi kalian semua dari sini
.
Saat kalian menangis untukku,
saat kalian berjuang melawan shadow,
saat kalian bahagia akan kemenangan,
.
Ah, senandainya aku bisa bersama kalian lagi…
Seandainya aku bisa tetap bersama kalian…
.
Satu hal yang ingin kuucapkan,
Terimakasih teman-teman,
Aku tahu kalian tidak akan melupakan aku
Dan aku pun tidak akan melupakan kalian

Selamanya…
.
.
WAKS!! APA-APAAN INIII?!!! GYAAAAAAAAAAH!!
Gomen ne… Otak Saku lagi error nih gara-gara makan ramen yang pedesnya setengah mati… Makanya jadi bisa bikin yang beginian.
Eh ada yang bisa ngerti maksud dari fic ini? Kalau ada, hebat. Soalnya Saku sendiri agak ga ngerti. -__-
.

Greetings!

HALOOOO MINNA-SAN!

Hanya mau bilang kalau blog ini tuh isinya fanfic buatannya NURUL HANIFAH *alah eta meni pake caps lock segala... -__-*
Awalnya fanficnya pada di post di blog ini, tapi aku rasa mendingan di post di blog lain aja, soalnya ada banyak hehe...

So, enjoy my fanfic!

-Sign, Murasaki Sakura/Kagami Hikari aka Nurul Hanifah